Mendengarkan bambu bicara....
Mendengarkan Bambu Bicara
Oleh : Gede Prama
Terus terang, lama saya memendam keingintahuan, kenapa banyak lukisan-lukisan yang datang dari Cina dan Jepang berlatar belakang pohon bambu ? Sampai-sampai sempat bertanya ke
Sebutlah sifat bambu yang tidak memiliki bunga dan buah. Tidak sama dengan pohon lainnya yang senantiasa sombong dengan bunga dan buahnya, bambu tetap berdiri tegak tanpa sumber kesombongan terakhir. Semua ini seperti sedang mengingatkan kita manusia, hasil dalam kehidupan, kalau dibiarkan menjadi kekuatan pendikte kesombongan dan kecongkakan, maka mudah sekali membuat orang �berakar ke luar�.
Berbeda dengan bambu yang berakar kuat ke dalam, orang-orang yang didikte kesombongan dan kecongkakan, amat dan sangat tergantung pada komentar, pendapat, pujian dan makian orang lain. Dan sebagaimana semua kita tahu, di kaki langit manapun, dengan sikap dan prestasi setinggi apapun, pujian dan makian orang akan senantiasa datang mengikuti. Sehingga kalau pujian dan makian orang yang digunakan sebagai barometer keberhasilan, maka siklus naik dan turun akan senantiasa ikut bersama kita. Ketika dipuji naik siklusnya, tatkala dimaki turun mood-nya.
Kalau boleh jujur, tidak sedikit manusia yang hidupnya dibuat lelah karena senantiasa mendaki dan menuruni siklus pujian dan makian. Dibandingkan lelah naik turun, orang-orang seperti Kabir (salah seorang seniman besar
Mirip dengan anak-anak sekolah yang pergi tamasya dan di dalam perjalanan selalu bernyanyi �di sini senang, di
Mirip dengan bambu yang kuat dan kokoh karena berakar ke dalam, demikian juga kehidupan banyak orang yang berakar ke dalam. Tidak ada satupun kekuatan pendikte dari luar yang bisa merobohkannya. Sayang sekali, kehidupan manusia modern tidak mau mendengarkan bambu, untuk kemudian berakar ke luar. Sebagai hasilnya, kebencian, peperangan, penderitaan dan sejenisnya, dating tanpa mengenal rasa lelah.
Sebutlah tragedi meledaknya World Trade Centers New York yang dibumi hanguskan oleh teroris 11 September 2001 lalu, yang belakangan membuka pintu kebencian yang amat mencekam, apa lagi penyebab utamanya kalau bukan kehidupan yang berakar ke luar. Dengan judul-judul seperti memberi pelajaran pada adi kuasa, menegakkan martabat bangsa, ada orang yang bahkan rela mati dan menghancurkan surga di dalam diri, hanya untuk mengundang decak kagum orang lain.
Disamping berakar kuat ke dalam, bambu juga senantiasa hidup dalam keheningan dan kerendahhatian. Lihatlah ketika angin bertiup, ia hanya bergesek-gesek kecil dengan sahabatnya, dan kemudian menimbulkan suara desis yang hening. Dan hening terakhir adalah sejenis kualitas yang sudah lama hilang dari dunia manusia, untuk kemudian diganti dengan kekisruhan, dendam dan sejenisnya. Berbeda dengan dendam dan kekisurhan lain yang mengenal kotak dan pagar-pagar pemisah, keheningan ala bambu sudah lama membuang kotak dan pagar-pagar terakhir. Ketika angin lembut datang, ia berdesis hening, ketika angin ribut datang ia juga berdesis hening.
Seolah-olah sedang mengingatkan, hanya dengan keheninganlah kejernihan pandangan bisa dipertahankan. Ketika peledakan gedung WTC New York baru terjadi, sebagai pribadi hati sayapun menangis, sambil berharap inilah saatnya bagi Amerika untuk menunjukkan kedigdayaannya yang sebenarnya. Ketika itu, lewat dalam bayangan saya sebagai manusia, George W. Bush berpidato penuh senyum : �Kita amat terpukul dan berduka dengan kejadian ini. Namun, karena kita bangsa besar, inilah saatnya untuk menunjukkan pada dunia kebesaran kita. Di mana dalam kebesaran dan kedigdayaan, kebencian tidaklah sepantasnya dilawan dengan kebencian, kedengkian tidaklah selayaknya direspons dengan kekisruhan pikiran�. Setidak-tidaknya itulah prediksi saya tentang pidato Bush di hari berikutnya.
Sayang sekali, prediksi saya tentang pidato Bush salah besar. Kedigdayaan Amerika yang dibangun dalam kurun waktu lama bahkan dijatuhkan oleh serangkaian kebencian dan kekisruhan. Ketika tulisan ini dibuat, wajah dunia memang terbelah. Sebagaimana cerita kehidupan yang berakar ke luar, ada yang memuji Amerika, ada juga yang mencaci Amerika. Dan memang demikianlah hakekat kehidupan.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home